Sumber: Koran Jakarta, Rabu, 02 Jun 2010
Judul Fatmawati Sukarno; The First Lady
Penulis Arifin Suryo Nugroho Penerbit Ombak, Yogyakarta
Tahun I, 2010
Tebal xx + 278 halaman
Harga Rp 60.000
Sang Dwiwarna, Merah Putih, merupakan bendera Indonesia yang mengidentitaskan kebang-sanegaraannya. Lebih dari itu, bendera yang bermakna semiotik-filosofis berani dan suci itu menjadi sebuah lambang kebanggaan warga negara Indonesia. Sejarah kemerdekaan Indonesia pun terukir di balik warna merah dan putih tersebut. Sejarah kemerdekaan Indonesia tecermin pula pada penjanjian bendera pusaka tersebut.
Adalah Fatmawati, seorang perempuan Indonesia yang menjahit bendera tersebut sehingga pada 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan Indonesia dimeriahkan dengan pengibaran bendera. Meskipun bendera tersebut tidak sesuai dengan standar ukuran bendera yang seharusnya, kain dua warna yang terjahit menjadi satu itu kemudian menjadi bendera yang sangat disakralkan oleh bangsa Indonesia. Nama Fatmawati pun tercatat dalam sejarah sebagai wanita penjahit bendera pusaka.
Arifin Suryo Nugroho, melalui bukunya berjudul Fatmawati Sukarno; The First Lady, menguraikan biografi sang penjahit bendera tersebut dengan ulasan yang menarik. Fatmawati, seorang wanita asli Indonesia yang telah berjasa menjahit bendera pusaka tersebut, merupakan perempuan penting dalam sejarah kemer-dekaan Indonesia.
Fatmawati sebagai ibu negara setelah Soekarno dipilih menjadi presiden Indonesia yang pertama, dengan setia mendampingi sang suami tersebut. Hingga akhirnya, prahara rumah tangga pun terjadi. Kehadiran Hartini telah mengguncang rumah tangga Soekarno-Fatmawati. Hingga akhirnya Fatmawati memilih keluar dari istana dan hidup menyendiri tanpa Soekarno. Meski demikian, cinta Fatmawati terhadap Soekarno tidaklah sirna. Begitu juga dengan cinta Soekarno kepada Fatmawati, hanya saja telah terbelah kepada Hartini yang kemudian menyusul Haryati, Yurike, dan Naoko Nemoto atau Ratna Sari Dewi.
Semenjak itu, Fatmawati hidup tanpa sosok suami di dalam rumahnya meskipun status perikahannya belumlah terputus atau diceraikan. Namun, Fatmawati yang bersikap an-tipoligami tetap berkeras kepala untuk tidak kembali lagi ke istana. Hingga akhirnya situasi politik di Indonesia pun kacau dan banyak fitnah.
Soekarno sebagai presiden pikirannya terforsir oleh situasi politik yang kacau tersebut sehingga sangat menyibukkan dirinya. Kekacauan itu melonjak pada klimaksnya ketika Soekarno dikudeta oleh Soeharto dengan legitimasi Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Mulai saat itu, kesehatan Soekarno pun terus menurun dan mengantarkannya ke gerbang ajal.
Kepergian Soekarno menjadi tekanan dan pukulan bagi Fatmawati. Meskipun cinta Soekarno telah terbelah, Fatmawati masih menaruh rasa cinta pada sang proklamator kemerdekaan Indonesia tersebut. Dengan membaca buku ini, pembaca diajak untuk mengulas biografi Fatmawati yang pernah men]adifirst lady di Indonesia. Dari biografi tersebut, banyak pelajaran yang dapat diambil tentang sosok Fatmawati dan selebihnya sejarah Indonesia dari masa penjajahan Belanda, Jepang, hingga setelah kemerdekaan. Selain itu, para pembaca akan dikenalkan dengan sejarah Indonesia yang dibaca dari sisi Fatmawati sebagai pemeran utamanya.
Peresensi adalah Supriyadi,pengamat sosial pada Fakultas Tarbiyah Keguruan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta